Saturday, February 15, 2014

Cerita di Ruang Tunggu tentang Kanker Payudara Eyang Darmini (73)



Mas Lufti adalah staf dari klinik kanker, yang setelah melihat blog akudankanker, ingin ikut sharing apa pengalamannya dengan beberapa pasien ( tentu setelah direkomendasikan oleh pak Warsito ). 
Terima kasih mas Lufti yang ikut meramaikan blog saya dan dengan senang hati bila ada pembaca lain yang ingin berbagi pengalaman. Syarat tulisan original dan bukan fiktif, sekalipun saya berhak mengedit, namun saya tidak bertanggung jawab atas isi tulisannya. Semoga semakin bermanfaat.



Berikut cerita tentang Ibu Darmini yang ditulis mas Lutfi.......

Ibu Darmini (73 tahun), menderita kanker sejak tahun 2004.  Gejala awal yang dirasakan adalah merasakan cekit-cekit seperti digigit semut dibagian punggung dan ada benjolan kecil di bagian ketiak. Ibu Darmini pun menceritakan kepada putranya apa yang dirasakannya saat itu, kemudian putranya menyarankan untuk memeriksakan gejala-gejala tersebut ke dokter. Setelah dilakukan pemeriksaan USG, rontgen dan pemeriksaan laboratorium didapatkan kesimpulan bahwa ibu Darmini positif mengidap kanker payudara.
Masih pada tahun yang sama dilakukan operasi pengangkatan kanker payudara, operasi berjalan lancar dan ibu Damini pun disarankan oleh dokter untuk meminum obat yang kurang lebih dijalaninya selama kurang lebih 5 (lima) tahun. Ibu Darmini pun tidak merasakan efek ataupun gejala-gejala seperti yang dialami sebelumnya.


Beberapa tahun berselang, sekitar bulan Maret 2012 ibu Darmini mulai merasakan sesak nafas pada bagian dadanya. Kemudian dilakukan pemeriksaan ulang yaitu rontgen dan USG. Dokter menyatakan ada cairan di paru-paru (efusi pleura) dan kembali divonis kanker dengan penyebaran ke paru-paru (stadium IV), harus dilakukan tindakan medis untuk menyedot cairan pada paru- paru ibu Darmini kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi.

Hasil USG pada 3 Maret 2012 menunjukkan bahwa terdapat penyebaran pada paru-paru dan tidak ada perubahan  dibandingkan hasil sebelumnya, cairan pada paru-paru sedikit berkurang.

Setelah hasil USG menunjukkan adanya penyebaran ke paru-paru hingga kemudian dilakukan kemoterapi sebanyak 12 kali selama 6 bulan, setelah kemoterapi dijalani sebanyak 12 kali kemudian dilakukan pemeriksaan CT scan ulang untuk dibandingkan dengan hasil CT scan sebelumnya. Ternyata didapatkan hasil tidak ada perubahan dibandingkan dengan CT scan sebelumnya. Dokter pun menyarankan untuk kemoterapi lanjutan dengan dosis yang berbeda, namun kali ini ibu Darmini menolak untuk melanjutkan kemoterapi.


Usia lanjut tidak membuatnya gampang menyerah dengan berbekal pengetahuan dari suratkabar yang dibacanya, ibu  Darmini kemudian pergi ke Tangerang untuk melakukan pengobatan kankernya tersebut. Bulan Oktober 2012 ibu Darmini mulai menjalani terapi alternative gelombang elektro statis. Setelah melakukan terapi dan berkonsultasi beberapa kali dengan ahli fisika medis didapatkan keterangan sebagai berikut :

Selama menjalani terapi elektro statis,  ibu Darmini merasakan rasa sakit pada bagian payudaranya berkurang, ekskresi atau pembuangan/metabolisme berjalan dengan normal, tidur malam menjadi lebih nyenyak dan nafsu makan bertambah. Dalam hal ini terlihat beberapa kemajuan yang dialami ibu Darmini, efek buruk yang sering dialami pun berangsur membaik.


Ada beberapa penilaian untuk melihat efek pengobatan pada kanker, yaitur emisi komplit, remisi sebagian, remisi minimal dan progresi. Remisi komplit adalah keadaan dimana kanker sudah tidak terdeteksi lagi setelah pengobatan, kemudian remisi sebagian adalah dimana ukuran kanker berkurang 50% atau setengah setelah pengobatan dan kanker tidak tumbuh lagi. Ada pula remisi minimal adalah keadaan dimana ukuran kanker berkurang tapi tidak mencapai 50% atau setengah dari massa keseluruhan. Yang terakhir adalah progresi yaitu ukuran tumor bertambah besar atau timbul benjolan lain setelah pengobatan atau   pasien malah meninggal karena kankernya.

Dari hasil pemeriksaan CT Scan terakhir yang dilakukan pada 11 Januari 2014 menunjukkan bahwa penyebaran pada paru-paru sudah bersih dan tidak tampak penyebaran. Cairan pada paru-paru pun sudah tidak terlihat sedangkan organ lain terlihat normal.



Alhamdulillah.....semoga eyang Darmini diberi usia yg barokah.  Aamiin Yaa Rabbal Alamin


Friday, February 14, 2014

Cerita di Ruang Tunggu tentang Tumor Otak Wahyu (8th)



Ada hal-hal yg aku tunggu setiap jadwal control. Selain hasil scanning, juga cerita2 dari sesame pasien, ketika kita ngobrol antri di ruang tunggu.  Terus terang aku sangat menikmati kegiatan sharing itu, berbagi pengalaman dan saling menyemangati. 

Toh aku masih melihat ada beberapa teman yg kurang nyaman untuk antri, mungkin karena sakit jadi pengennya istirahat.

Padahal ruang tunggu disiapkan dengan sangat nyaman, mungkin karena sakit jadi pengennya cepet istirahat. Coba lihat ruang tunggu nya….



Ruangannya sangat bersih, ber AC. Kursi bersih tertata dengan apik, lengkap dengan air minum cup dibeberapa sudut ruangan. Mau baca koran, ada beberapa koran yg diatur rapi. Meskipun ga ada wifi, tapi colokan listrik dimana2. Jadi tetep bisa online pakai laptop yg kita bawa, atau bisa pakai hp tanpa kuatir kehabisan baterei.  Kamar kecil dan musholla sangat bersih. Sekarang malah ada kantin kecil dibelakang gedung, jadi kalau kelaparan ga perlu keluar buat beli makanan.
Sangat nyaman.

Tapi itulah perjuangan atau ikhtiar kita untuk sembuh…..sholat dan sabar.

Sabar antri, sabar menahan sakit, sabar ga sembuh2…….sabar terus.



Dari ruang tunggu inilah banyak cerita dari teman2, buat aku hal itu sangat meringankan sakitku. Dibanding mereka, aku merasa sakitku ga ada artinya. 
Sangat inspiratif.

Salah satunya cerita dari bu Ira tentang putranya Wahyu yg menderita tumor otak dalam usia anak2.  Demikian penuturan beliau kepada kepada tim ( ditulis mas Lutfi )




Anak saya bernama Ekhsan Wahyu Wulan Suciadi, yang lebih dikenal dengan nama Wahyu.  Lahir di Jakarta pada tanggal 7 Juni 1984 tepat bulan suci Ramadhan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Wahyu merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Adi Siswanto (Adi 58 tahun) dan Wagirah (Ira 54 tahun). Dalam proses persalinannya, Wahyu dilahirkan secara normal, dengan berat 3,8 kg dan  panjang  51 Cm.

 Sebagaimana anak seusianya, sejak lahir hingga usia delapan tahun, dia tumbuh sehat dan hampir tidak pernah sakit parah bahkan tidak ada keluhan atau kelainan apapun.  Ia merupakan anak yang aktif, cerdas dan supel. Dalam perjalanan usia ke 8 tahun, Wahyu sudah duduk di kelas 2 sekolah dasar Islam swasta di Ciledug dan selalu mendapat peringkat. Berawal dari kekhawatiran saya, karena merasa ada perubahan pada kondisi Wahyu dengan mengeluh pusing dan sering mual. Bahkan pada beberapa kesempatan sebelum berangkat sekolah,tepatnya  tahun 1992, ketika Wahyu sedang saya suapi mengalami muntah-muntah dan merasakan pusing yang berlebihan. Kami kira ada gangguan pada matanya.

Selang beberapa hari saya memeriksakan Wahyu ke dokter mata di rumah sakit terdekat, menurut penjelasan dokter tidak ada kelainan pada mata Wahyu dan menyarankan untuk periksa lanjutan ke dokter saraf. Tanpa berpikir panjang  saya langsung membawa Wahyu periksa ke dokter saraf di rumah sakit yang sama. Dari hasil pemeriksaan sementara, dokter ahli saraf pun menyarankan supaya segera dilakukan CT Scan untuk melihat bagian dalam kepala Wahyu.

Setelah hasil CT Scan dibaca oleh dokter yang saat itu praktek, dokterpun  memberi isyarat bahwa Wahyu dan Ayahnya diminta keluar ruang periksa terlebih dahulu, kemudian dokter menjelaskan bahwa syaraf di kepala Wahyu “Acak-acakan” itulah penyebab Wahyu sering mengeluh pusing dan mual. Saat itu dokter langsung membuat memo kecil yang isinya bahwa saya segera diminta membawa Wahyu ke rumah sakit yang lebih besar di Jakarta untuk langsung periksa ke bagian bedah syaraf.

Berdasarkan penjelasan dokter, saya langsung membawa Wahyu ke rumah sakit ke bagian bedah syaraf keesokan harinya. Selama dua hari dilakukan diagnosa, atas persetujuan saya dan suami saya maka tindakan operasi kepala Wahyu pun dilakukan, dengan tujuan mamasang VP Shunt di bagian belakang kepalanya untuk mengelola hydrochepalus setelah itu dilanjutkan dengan radiasi atau penyinaran selama satu bulan.

Setelah dilakukan treatment operasi dan radiasi, pemulihan Wahyu memakan waktu kurang lebih satu tahun hingga Wahyu dapat beraktifitas normal dan dapat melanjutkan sekolahnya yang sempat tertinggal selama satu tahun. Tidak ada keluhan ataupun kelainan pada Wahyu pasca operasi tersebut.

Oktober 1997 sepulang sekolah tangan dan kaki bagian kiri Wahyu mulai lemah, tangannya agak sulit untuk digerakkan dan dikontrol. Kaki pun terasa lemas pada saat itu, saya melakukan konsultasi kepada dokter saraf sebelumnya, kemudian dilakukan CT Scan untuk memastikan tindakan yang akan dilakukan. Dari hasil CT Scan diperoleh kesimpulan bahwa VP Shunt pada bagian belakang kepala Wahyu macet dan harus dilakukan revisi pada VP Shunt  tersebut.  Operasi revisi pun dilakukan dan berjalan dengan lancar tanpa kendala, kemudian Wahyu menjalani perawatan selama kurang lebih satu tahun hingga benar-benar kondisinya pulih.

Sedikit lucu ceritanya, pada tahun 1999 saat Wahyu ingin adzan di masjid dekat rumah pada saat itu Wahyu berebut microphone dengan muadzin masjid.  Pada saat berebut microphone, tanpa sengaja saat mengangkat kepalanya terbentur podium Imam yang terbuat dari kayu dan seketika itu tubuh Wahyu tidak bisa digerakkan dalam beberapa saat.


“Entah cobaan apa lagi yang akan Engkau berikan, hanya ketabahan dan kesabaran yang bisa aku lakukan.” Ucap saya dalam hati pada saat itu.



Secepatnya Wahyu saya bawa ke rumah sakit untuk diperiksakan, tapi rumah sakit yang berbeda dengan sebelumnya. Baru pada tahun itu saya mengetahui bahwa anak saya menderita tumor otak.  Itu pun setelah dijelaskan oleh profesor, berbeda sekali dengan penjelasan dokter sebelumnya. Profesor dimaksud menjelaskan lebih detil bahwa harus ada operasi untuk pengangkatan tumor dibagian otak Wahyu setelah melakukan CT Scan dan MRI.

Operasi untuk ketiga kalinya dilakukan, kali ini untuk pengangkatan massa tumor. Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar meskipun massa tumor tidak bisa diangkat secara keseluruhan karena terlalu  beresiko tutur tim dokter pada saat itu.  Butuh waktu satu tahun lagi untuk pemulihan Wahyu.

Setelah operasi pengangkatan massa tumor, mata Wahyu pun menjadi juling (strabismus), keseimbangan tubuh menjadi tidak sempurna hanya memori yang masih sempurna.  Pada saat itu saya berinisiatif memondokkan Wahyu untuk belajar agama di salah satu pesantren di Jawatimur, dikarenakan sekolah Wahyu yang tertunda. Wahyu pun banyak belajar, mulai dari ilmu pengetahuan umum, sampai belajar membaca  Alquran.

Hampir tiga tahun lamanya Wahyu saya titipkan di pesantren, saat saya sedang bekerja tepatnya pada saat jam makan siang, saya mendapat telepon dari salah satu ustadz yang membimbing Wahyu bahwa Wahyu ingin pulang karena tidak dapat mengikuti pelajaran secara maksimal.

Wahyupun saya jemput untuk kembali ke Tangerang, kondisinya semakin memprihatinkan, keseimbangannya jauh berkurang dari sebelumnya. Selama Wahyu tinggal bersama saya dan keluarga di Tangerang,  kesehatannya pun terus mengalami penurunan, khususnya kondisi keseimbangan tubuhnya bahkan matanya. Atas persetujuan keluarga sayapun memeriksakan Wahyu ke Prof yang mengoperasi tumor di kepala Wahyu. Tahapannya pun masih sama, dilakukan MRI pada Wahyu, cek darah lengkap dan lagi-lagi dilakukan operasi. Operasi kali ini selain pengangkatan tumor juga dilakukan pemasangan VP Shunt baru pada bagian depan untuk mengelola hydrochepalus, selain itu juga dilakukan radiasi selama satu bulan.


“Entah berapa biaya yang sudah kami keluarkan untuk pengobatan Wahyu, sampai saya tak  mampu menghitungnya”.  


Kondisinya belum pulih benar saat itu, ditengah kebosanan karena harus memakan obat yang begitu banyak, Wahyu berseloroh dan bicara bahwa dia ingin menunaikan Ibadah Haji.  Alhamdulillah atas kebesarah Allah SWT yang telah memberikan rezeki kepada kami sekeluarga, berangkatlah saya dan Wahyu ke Tanah Suci pada tahun 2002. Sementara suami saya mengalah untuk menunda dulu keinginannya menunaikan Ibadah Haji, karena biaya yang belum mencukupi jika kami berangkat bertiga. Saya memang sudah sejak lama berniat menunaikan Haji bersama Wahyu dan Ayahnya. Selama di Tanah Suci Mekkah kami dibantu oleh Muthowif (jasa petugas haji diMekkah dan Madinah) khususnya membantu Wahyu karena jalannya pun masih goyang dan limbung serta  pendengarannya pun berkurang pasca operasi yang keempat. Saya  tuntun pelan-pelan untuk mengitari Ka’bah, bersama dengan Muthowif tersebut. Saya dan Wahyu berdoa untuk kesembuhannya dan untuk kebaikan keluarga  kami  nantinya.

Hingga pada tahun 2003 karena kondisi Wahyu yang terus-menerus menurun maka harus dilakukan operasi yang kelima pada Wahyu, sejak saat itu kondisinya semakin memburuk, tidak menunjukkan adanya perbaikan. Kejadian yang sangat mengejutkan tepatnya tanggal 19 September 2005, Wahyu sudah benar-benar tidak bisa mendengar karena terjatuh dan terbentur dengan tembok. Komunikasi pun berubah, yang semula percakapan menjadi tanya jawab dengan media tulisan, pertanyaan yang saya ajukan semuanya dengan isyarat dan tulisan.

Cobaan belum berhenti disitu, masih ditahun yang sama Wahyu koma (hilangnya kesadaran) selama 6 bulan, 1 bulan di rumah sakit dan 5 bulan dirumah.  Untuk makan sehari-hari dipasang Sonde melalui  hidungnya. Semua saya lakukan sendiri dibantu seorang pembantu yang menemani kami, mulai dari  member makan lewat sonde, memberiobatcair, sampai membersihkan kotoran. Tidak ada perawat yang mau dan sanggup merawat Wahyu, karena kondisinya seperti mayat hidup, pada saat itu semua menolak untuk merawat Wahyu. Sedangkan bila harus dirawat terus di rumah sakit, kami sudah tidak punya biaya untuk membayarnya.

Semua saran dari beberapa teman dan keluarga, obat-obatan herbal, terapi, suplemen dari segala macam MLM (multi level marketing) ataupun pengobatan  supranatural semua dijalani, namun belum menunjukkan perubahan yang signifikan.  Kondisinya sangat memprihatinkan, perutnya sangat besar bahkan lebih besar dari bagian apapun dari tubuhnya. Hal tersebut disebabkan BAB (buang air besar) harus dibantu dengan microlax setiap harinya.  BAB nya pun tidak rutin, bisa sampai dua minggu sekali. Hingga saya mencoba teh herbal pada saat itu, saya memberikannya sebanyak 3 kali dalam sehari dan hasil yang luar biasa didapatkan, Wahyu BAB sangat banyak dan buang angin secara terus menerus.  Selang beberapa hari perut Wahyu berangsur mengecil.

Tahun 2005 sampai 2007 Wahyu saya rawat di rumah, berbaring selama itu membuat Wahyu terserang decubitus dikarenakan minimnya mobilitas (kurangbergerak), aktifitas yang dilakukan hanya berbaring dan duduk dikursi roda, sesekali berjalan dengan bantuan 2 orang pendamping yang merawatnya dan itu berlangsung hingga tahun 2013 dan kondisinya belum mengalami perubahan yang berarti.

Pada bulan September 2013 Wahyu mengalami kejang dan tidak sadar, dan saya harus segera membawanya ke RSU (rumah sakit umum), karena kami pakai fasilitas Multiguna oleh dokter yang mengoperasi Wahyu untuk melakukan operasi revisi VP Shunt untuk mengelola hydrochepalus pun kembali diperbaiki kali ini bukan bagian kepalanya yang dioperasi, namun dibagian perut  sebelah kanan.

Atas kemurahan Allah SWT, ditengah obrolan saya dengan teman-teman di kantor, pada bulan awal Oktober 2013 salah seorang teman Liena Kartiningsih namanya, memberi informasi bahwa ada terapi Kanker dengan alat listrik begitu tuturnya, tempatnya di Alam Sutera. Spontan setelah saya mendengar info itu, saya dibantu browsing oleh Ibu Liena mendapat nomor telepon Klinik Kanker yang dimaksud. Rupanya tak semudah saya bayangkan untuk segera  mendapat info itu langsung dari Klinik tersebut. Mulai pukul 10.30 WIB saya menghubungi, ternyata line (jaringan) tersebut sangat sibuk dan baru  pukul 15.30 WIB saya berhasil mendapat info tentang klinik tersebut.

Setelah Wahyu  menjalani terapi gelombang elektrostatis kurang lebih selama 3 bulan, kondisinya mulai membaik yang ditandai bahwa Wahyu bisa menelan ludahnya saat tidur malam. Wahyu sejak tahun 2010, memang ada luka dibagian kepala sebelah kirinya diatas telinga, luka tersebut diakibatkan karena ada tahi lalat yang digaruk-garuk, kemudian menjadi luka dan tidak bisa kering dan sering berdarah. Pada tanggal 27 Januari 2014, saya membawa Wahyu ke rumah sakit dan  menanyakan perihal luka tersebut kepada Prof yang mengoperasi tumor Wahyu.  Prof menyarankan untuk dilakukan MRI guna melihat bagian dalam kepala Wahyu dan tindakan yang harus dilakukan. Pukul 22.00 WIB malam itu hasil MRI telah selesai dan saya pun kembali menghadap Prof untuk minta penjelasan. Oleh Prof tersebut dijelaskan bahwa terjadi perdarahan di kepala bagian kiri. Namun hal yang sangat membuat saya agak lega bahwa beliau menyatakan berdasarkan hasil MRI pada 27 Januari 2014, cairan (Hydrochepalus) di kepalaWahyu berkurang drastis.

Sujud syukur serta puji-pujian tak henti-hentinya saya haturkan ke Sang Pencipta Allah SWT, kondisi saat ini belum ada perbaikan dalam keseimbangannya, hanya motorik Wahyu yang sedikit membaik, serta beberapa respon. Untuk menjaga stamina dan kondisinya saya secara rutin member asupan nutrisi dengan konsumsi Bekatul, Vitamin C, Air Kelala Hijau, Sayuran, dan Putih Telur, Susu, serta madu.  Atas kepedulian dan bantuan semua pihak, kami mengucapkan terima kasih. Besar harapan kami sekeluarga semoga Allah SWT memberikan  kesembuhan   yang terbaik bagi Wahyu,  sehingga kondisinya semakin membaik.   Aamiin Aamiin Ya Robbal Alamiin.    (Hamba yang berharap :  Wagirah /Ira)

Saturday, February 1, 2014

Cangkang Kanker vs Cuka Apel

Jakarta banjir.....

Aku sempat bimbang, bisa ga ya kontrol tg 27 Januari....???
Bapak yg memutuskan kami beli tiket beberapa hari sebelum tanggal tersebut. In sha Allah bisa berangkat, kata bapak.
Dan alhamdulillah tgl 25 kami bisa berangkat ke Jakarta, karena banjir telah surut.

Sabtu - Minggu masih bisa silaturahim ke beberapa tempat, tgl 27 pagi kami berangkat ke Tangerang. Alhamdulillah masih sempat mampir silaturahim juga.
Jam 2 sore kami sudah sampai di klinik. Registrasi ulang. Antri deh.
Sudah ada beberapa ibu yg antri sejak pagi. Aku coba ngobrol dengan beliau2, sekedar berbagi pengalaman masing2. Dan berbagi semangat.

Ternyata aku dipanggil ga jauh dari jam yg seharusnya, jam 5 sore. Tapi sebelumnya aku sudah melakukan scanning dan cek rompi ( dapat rompi baru, karena yg lama ada kerusakan, katanya).
Tinggal konsultasi sama pak Warsito, lalu pulang.

Aku lagi asyik nge-charge hp, ketika namaku dipanggil. Kami masuk berdua.
Pak Warsito menunjukkan hasil scanning. Hasilnya ada penurunan aktifitas kankernya. Alhamdulillah.

















Setelah 4 bulan ga kontrol, sebetulnya aku berharap angka yg muncul serba 0.
Ternyata angka yg lain masih nongol juga.
Tapi alhamdulillah angkanya menurun, berarti kanker ku tidak semakin parah. Malah membaik.

Alhamdulillah lagi, ketika aku bilang benjolan yg sudah mengecil kenapa ga hilang2, pak Warsito menjelaskan lengkap dengan gambar2 yg cukup mengerikan ( aku share di artikel lain ) bahwa kemungkinan itu adalah cangkang atau biang/tulang dari kanker tersebut.
Untuk menghancurkan cangkang tersebut, aku dianjurkan minum cuka apel 1 sdm + air 1 gelas + madu secukupnya, 2 x sehari. Lalu untuk memperlancar pembuangan sel2 yg mati, aku tetap dianjurkan minum bekatul 2x sehari. Rutin.

Sepertinya memang membuahkan hasil yg bagus. Beberapa hari minum cuka apel, benjolan semakin kecil dan melunak.
Semoga semakin kecil lagi. Dan hilang.
Sesuai saran pak Warsito, jika benjolannya sudah hilang, aku dianjurkan periksa ke dokter lagi. USG.

Jadi tambah semangat menulis lagi.
Berbagi semangat lagi.
Berbagi info lagi.

Dan seperti ketika konsultasi dengan pak Warsito beberapa waktu sebelumnya, juga kali ini, aku bilang kalau di Jogja ada event tentang kanker, aku siap membantu.
Karena aku juga sudah banyak dibantu oleh beliau dan tim.
Maturnuwun pak Warsito.....terimakasih mbak dan mas yg sudah membantu.
Semoga Allah membalas dengan lebih banyak kebaikkan.
Aamiin Ya Rabbal'alamin