Sunday, December 6, 2015

Menangisi Rompi Anti Kanker


Membaca postingan teman di fb, aku kaget. Lalu penasaran. Lalu browsing sana sini. Akhirnya aku percaya, bahwa kemenkes sudah mengeluarkan surat tentang larangan klinik kanker pak Warsito. Ya..para pasien kanker tidak lagi boleh menggunakan terapi fisika pak Warsito.

Sedih. Rasanya pengen nangis. Aku inget awal aku didiagnose kanker oleh dokter setelah menjalani tes mammo, usg dan pa. Dokter memutuskan akan membuang payudara kiriku. Secepatnya.

Aku mencoba berpikir tenang. Kalau aku melaksanakan rencana dokter, maka aku harus menyiapkan dana untuk operasi, minimal 4x kemo dan 25x radiasi. Plus obat2an pendukung. Juga biaya opname dll. Itu tidak cukup 100juta. Sementara saat itu tidak punya dana sebesar itu. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak melakukan operasi.

Sambil mencari upaya lain, aku berusaha meyakinkan keluarga dan aku sendiri, bahwa ketidakmampuan kami adalah karena Allah menghendaki demikian. Pasti ada rencana Allah yg lain.

Tanpa sengaja aku mendapat informasi tentang rompi anti kanker melalui televisi. Segera aku mencari informasi lebih lengkap melalui internet. Beberapa hari aku berusaha meyakinkan diri dengan segala informasi untuk menjawab pertanyaan2 yg ada dikepalaku. Setelah yakin baru aku menyampaikan kepada bapak. Beliau bilang, kita ke Tangerang biar lebih yakin. Setelah di klinik mendapat penjelasan dan melihat kondisi dan prosesnya, kami bilang, ga ada salahnya kita coba. Apapun nanti yg terjadi, kami niatkan akan mencoba selama 3 bulan. Lalu kami akan mempertimbangkan lagi.

Kenapa kami memutuskan memakai rompi ini? Setelahdijelaskan, tetapi secara fisika ini sangat logis. Masuk akal. TANPA RASA SAKIT. Alat scanning menghasilkan repport yg sangat lengkap. Posisi benjolan, besar benjolan, tingkat keganasan benjolan. Sangat lengkap. TANPA RASA SAKIT. Dan....kami hanya mengeluarkan dana 5 jutaan. Allah memampukan kami. Alhamdulillah.
Minimal kami berharap dengan alat ini kankerku tidak lebih parah, sampai kami punya cukup dana untuk operasi.

Tiga bulan kemudian, ternyata perkembangannya lebih dari yg kami harapkan. Keganasan maupun besarnya jauh menurun. Akhirnya kami memutuskan melanjutkan terapi fisika ini. Sampai akhirnya saat ini kankerku sudah dinyatakan tidak ganas. Aku sudah melakukan tes darah dan usg di laboratorium juga. Alhamdulillah

Aku juga mendengar ada beberapa teman yg menyerah dengan terapi fisika lalu ke dokter medis. Aku juga pernah bertemu beberapa teman di klinik pak Warsito, yg sudah mencoba secara medis tapi dokter angkat tangan lalu mereka menggunaka  terapi fisika. Dan mereka mampu bertahan.

 Lalu dimana yg salah? Semua, medis atau fisika, ada yg sembuh ada yg gagal.
Kenapa harus tidak diijinkan?
Bagaimana kalau ada pasien kanker yg tidak punya dana seperti aku, apakah harus menyerah kalah tanpa upaya? Maaf yaa, bahkan askes ataua bpjs pun tidak mengcover seluruhnya.

Aku bukan bagian dari manajemen pak Warsito, tapi aku selalu gencar menginformasikan tentang terapi fisika ini. Karena aku mengalami sendiri. Bagaimana kena kanker dalam kondisi tidak punya uang. Aku mengalami sendiri terapi fisika ini nyaris tanpa rasa sakit, seperti kalau kita pakai terapi medis. Kemo dan radiasi.
Lalu kenapa segala kemudahan ini kenapa dilarang?
Mungkin mereka harus mengalami seperti aku, baru mereka bisa berempati.

Aku tidak bisa merubah keadaan, tapi Allah bisa.
Semoga pak Warsito dan manajemen diberi ketabahan dan kemudahan. Semoga semakin banyak pasien kanker yg terbantu dengan terapi fisika ini. Dan semoga Allah menggerakkan hati beliau2 di kemenkes agar lebih berpihak kepada pasien2 kanker.
Semoga. Aamiin